Demak – Sederet kasus penolakan pemakaman warga terjadi di sejumlah tempat di Indonesia. Mulai dari masalah jenazah Covid-19, hingga permasalahan yang lainnya.

 

Seperti yang terjadi di Jl. Kyai Nasir Desa Batursari, Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak. Seorang warga berinisial SH (73) di tolak pemakamannya oleh warga setempat. Dan penolakan kali ini bukan karena masalah Covid-19.

 

Menurut informasi di lapangan, kasus penolakan tersebut bermula ketika SH, yang merupakan warga Gemah, Pedurungan, Semarang membeli tanah seluas 500m2 di Jalan Kyai Nasir Batursari Mranggen.

 

Tanah tersebut kemudian diwakafkan dan rencananya akan digunakan untuk pengembangan lahan pondok pesantren Mambaul Ihsan, cabang kota Semarang, asuhan Habib Muhammad Mujahid bin Ismail Al-Hadad (60).

 

Sekitar 4 bulan yang lalu, tanah wakaf tersebut diurug dan mulai dibangun pondok pesantren. Karena bangunan masih belum jadi, dibangunlah aula sementara yang digunakan untuk pengajian, dan sholawatan, dengan jumlah jamaah sekitar 60 orang, yang rata-rata warga kota Semarang.

 

Sebelum SH meninggal dunia pada Senin (11/01/2021) sore kemarin, dirinya berwasiat untuk dimakamkan di lahan area Ponpes Mambaul Ihsan, tepatnya di belakang aula yang digunakan pengajian.

 

Akan tetapi, wasiat tersebut ditolak warga sekitar lokasi Ponpes. Melalui Ketua RT setempat, Yohanes dan Ketua RW Ranem Haryanto, warga menolak pemakaman di area Pondok Pesantren dengan beberapa alasan.

 

Menyikapi hal ini, Tiga Pilar Desa Batursari, yakni Kepala desa Sutikno, Babinsa Koramil 12/Mranggen Kodim 0716/Demak Serka Sugiono, dan Bhabinkamtibmas Brigadir Rusdianto mengadakan mediasi bersama di salah satu rumah warga di Jalan Kyai Nasir Desa Batursari, Senin sore kemarin (11/01/2021).

 

Serka Sugiono selaku Babinsa mengatakan, ada beberapa alasan warga menolak pemakaman di area Ponpes. Pertama, dikawatirkan akan menimbulkan iri dari warga lain, dimana rata-rata warga Desa Batursari adalah pendatang. Dan mereka membeli tanah untuk perumahan, bukan pemakaman.

 

“Alasan penolakan yang kedua, yakni almarhum SH tidak tercatat sebagai warga Desa Batursari, dan tidak memiliki KTP Desa Batursari,” katanya.

 

Alasan yang ketiga, warga menginginkan peraturan pemakaman yang meninggal sesuai dengan aturan yang ditetapkan pihak desa dan warga. Sehingga tidak semua warga yang memiliki lahan, dapat menjadikan lahan tersebut sebagai tempat pemakaman.

 

Dalam mediasi, Pemdes Batursari juga akan memfasilitasi apabila pihak keluarga tidak menemukan lokasi pemakaman yang representatif, yakni dengan memberikan lahan makam di TMP Tlogo dan Kayon.

 

Setelah dilakukan mediasi, dengan diberikan pengertian dan beberapa solusi, pihak pondok pesantren dan keluarga almarhum SH akhirnya menerima dengan ikhlas keputusan tersebut.

 

"Inti dari permasalahan ini adalah belum adanya komunikasi yang baik antara pihak pondok pesantren dengan warga sekitar. Apalagi ponpes ini merupakan cabang dari kota Semarang dan santrinya semuanya warga Semarang," ungkapnya.

 

Sementara Kades Sutikno menghimbau agar komunikasi dan silaturahmi antara pondok pesantren dan warga untuk ditingkatkan, sehingga apabila ada permasalahan dapat diselesaikan secara kekeluargaan.

 

Untuk masalah legalitas pondok, Kepala desa yang menjabat 2 periode ini juga meminta agar pihak ponpes segera mengurus administrasinya dan kelegalan pondok pesantren dibangun di Desa Batursari.

 

“Agar pihak ponpes segera menembuskan legalitas, keberadaan dan kegiatan kepada lingkungan sekitar dan Pemdes Batursari, agar tidak terjadi kesalahfahaman dan keresahan di tengah warga,” tegasnya.